PUASA
A. Pengertian,
Rukun, Syarat dan yang Membatalkan Puasa
1.
Definisi
Puasa
Puasa atau juga yang dikenal dengan
sebutan shaum dari segi bahasa bermakna imsak (menahan) dan
secara syar’i bermakna: Menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan,
mulai terbit fajar subuh hingga terbenamnya matahari.[1]
Dalam pengertian syar’i puasa
digambarkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 187 yaitu menahan nafsu dari
makan, minum dan hubungan seksual dari terbit fajar dan terbenam matahari.
2.
Rukun
Puasa
a.
Niat
Kedudukan niat dalam ajaran Islam penting sekali, karena
ia menyangkut dengan kemauan.
إِنَّمَا
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya segala amal perbuatan itu
tergantung kepada niat, dan setiap manusia hanya memperoleh menurut apa yang
diniatkannya”[2]
Banyak terjadi kesalahfahaman tentang niat
dalam berpuasa ini. Kata niat itu sebenarnya berarti kehendak atau maksud untuk
mengerjakan sesuatu dengan sadar dan sengaja. Tetapi banyak orang mengartikan
seolah-olah niat itu berarti mengucapkan atau melapalkan serangkaian kata-kata
yang menjelaskan bahwa yang bersangkutan akan berbuat ini atau itu.
b.
Menahan
diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenamnya
matahari.
Firman
Allah SWT:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ
إِلَى نِسَائِكُمْ ...
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا
حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ
الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ... (البقرة: ١٨٧)
“Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu… dan
makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam……”
(QS.
Al-Baqarah: 187)
Sabda
Nabi SAW:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ
ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا
فَلْيَقْضِ
“Dari
Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa muntah karena
terpaksa (tidak disengaja), maka tidak wajib mengqadha (puasa). Tetapi
barangsiapa muntah dengan sengaja, maka ia harus mengqadha puasanya”.[3]
3.
Syarat
Puasa
Para ulama ahli fiqh membedakan syarat-syarat
puasa atas:
a.
Syarat
wajib puasa:
1.
Berakal
(‘aqil)
Orang yang gila tidak diwajibkan puasa.
2.
Baligh
(sampai umur)
Oleh
karena itu anak-anak belum wajib berpuasa.
رُفِعَ الْقَلَمُ
عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الْمُبْتَلَى حَتَّى
يَبْرَأَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَكْبُرَ
“Hukuman
tidak berlaku atas tiga hal: orang yang tidur hingga ia terjaga, orang yang
gila hingga ia waras dan anak kecil hingga ia dewasa”[4]
3.
Kuat
berpuasa (qadir)
Orang yang tidak kuat untuk berpuasa baik
karena tua atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, tidak diwajibkan
atasnya puasa, tapi wajib bayar fidyah.
b.
Syarat
syah puasa:
1.
Islam
Orang yang bukan Islam (kafir) tidak syah
puasanya, demikian pula orang yang murtad.
2.
Mumayiz
(mengerti dan mampu membedakan yang baik dengan yang tidak baik).
3.
Suci
daripada darah haid, nifas dan wiladah
Wanita diwajibkan puasa selama mereka tidak
haid, jika mereka sedang haid tidak diwajibkan puasa, tetapi diwajibkan
mengerjakan qadha sebanyak puasa yang ditinggalkan setelah selesai bulan puasa.
Pada shalat, bagi orang yang haid lepas sama
sekali kewajiban shalat, sedangkan pada puasa tidak lepas, tetapi di qadha pada
waktu yang lain.
4.
Dikerjakan
dalam waktu/hari yang dibolehkan puasa.
5. Niat sedari malam bagi puasa wajib. Tidak sah puasanya tanpa niat, dan tempat niat di hati.[5]
4.
Yang
Membatalkan Puasa
Diantara hal-hal yang membatalkan puasa itu ada
yang termasuk semacam pengeluaran, seperti jima’ (persetubuhan), sengaja
muntah, haid dan berbekam; dan ada pula semacam pengisian perut, seperti makan
dan minum.
5.
Sunnah puasa
a.
Mengakhirkan sahur hingga bagian akhir malam,
selama tidak khawatir terbitnya fajar.
b.
Menyegerakan berbuka jika telah pasti tenggelamnya
matahari.
c.
Memperbanyak amal-amal kebaikan, dan yang terdepan
adalah menjaga shalat 5 waktu tepat
pada waktunya yang dikerjakan bersama jamaah, membayar
zakat kepada yang berhak, memperbanyak shalat sunah, sedekah, tilawah al-Quran, zikir, berdoa dan beristigfar.
d.
Jika dicela hendaknya mengatakan: "Aku sedang
puasa." Tidak membalas celaan, tetapi menanggapinya dengan baik agar mendapatkan pahala dan
selamat dari dosa.
e.
Membaca doa ketika berbuka.
f. Berbuka dengan ruthab (kurma mengkal), jika tidak ada dengan tamr (kurma masak) dan jika tidak ada dengan air.
C. Cara Melaksanakan Puasa
1.
Niat
2.
Makan
sahur
Makan sahur ini adalah penambah kekuatan agar
jasmani kuat dalam berpuasa esok harinya dan sebaiknya di akhirkan artinya
mendekati terbitnya fajar (menjelang subuh).
Sabda
Nabi SAW:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السُّحُورِ بَرَكَةً
“Dari
Anas RA dia berkata Rasulullah SAW bersabda, “Sahurlah kalian! Sesungguhnya
pada sahur itu terdapat berkah”.[6]
3.
Menjauhkan
diri dari hal –hal yang membatalkan puasa
4.
Sholat
fardhu berjamaah
5.
Menyegerakan
berbuka apabila telah tiba waktunya
6.
Berbuka
dengan kurma atau yang manis-manis.
7.
Berdoa
sebelum memakan atau minum ketika berbuka
8.
Memberi
makan orang yang berpuasa (berbagi)
9.
Memperbanyak
amal baik
[1] Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, Panduan Praktis Berpuasa, (Jakarta: DARUL HAQ, 2012), hal. 5
[2] HR. Bukhari no. 1
[3] HR. Tirmidzi no. 720, Abu Daud no. 2380
[4] HR. Abu Daud no. 4398, Nasa’i no. 3378
[5] Lihat Dalil at-Thalib oleh Syaikh Mar'i Ibn
Yusuf hal.75-76
[6] HR. Bukhari no. 1789, Muslim no. 1835
Tidak ada komentar:
Posting Komentar